sedang mencari...
Sunday, January 11, 2015
Sunday, January 11, 2015

Di Balik Arti Sepasang Mata Yang Berbinar

Kemarin, ketika sedang merapihkan buku Register Lab untuk Pasien, Om Rohid memanggil gue: “Pik, ada yang cek HB, nih.” Teriaknya dari ruangan sebelah.

Om Rohid adalah seorang kepala ruangan Lab di PULUT sini. PNS satu ini, orangnya asik. Gokil lagi. Dan karena alasan itu juga yang kadangan membuat gue ga henti-hentinya ketawa ngakak kalo lagi ngobrol, atopun ga sengaja ngeliat tingkah lakunya yang gokil itu.

“Iya, Om.” Balas gue ngejawab ke dia sambil berjalan mendekat menuju ruangannya.

Sesampainya di ruangan, gue mendapati seorang Ibu-ibu dengan posisi yang sangat lemah. Bahkan untuk sedekar berjalan pun, si Ibu ini terlihat tertatih-tatih tak berdaya.

“Kenapa, Bu?” tanya gue ke Ibu itu.

“Begini, Nak.. badan Ibu ini lemeessss, banget. Terus Ibu juga...” si Ibu pun mulai menjelaskan keluhannya ke gue secara detail.

“Oh, saya periksa HB-nya dulu, ya, Bu...” lanjut gue ngomong ke Ibu itu sambil bersiap-siap untuk melakukan pemeriksaan setelah ia menjelaskan semua keluhannya.

“Ini anaknya kenapa nangis terus, Bu??” tanya gue heran kepada si Ibu yang melihat Putri kecilnya yang sedari tadi nangis ga henti-henti.

“Iya, dia ini tadi Ibu cubit gara-gara nakal. Maapin Ibu, ya, Nak...” kata si Ibu yang kemudian mengelus-elus kepala Putrinya itu.

Ibu itu nampak terlihat menyesali sekali akan kesalahannya terhadap Putri kecilnya itu. Gue yang melihat itu semua, mendadak terenyuh. Sesekali ibu itu terlihat kesulitan untuk bernafas. Seperti sesak. Seolah menahan rasa sakitnya, berkali-kali pula ia memegangi dadanya.

“Dadanya kenapa, Bu??”

“Nggak tahu, Nak. Sakiiittt... bener, rasanya.” Jawab si Ibu sembari mencoba untuk mengambil nafas dalam-dalam dengan posisi tangan kanannya yang masih memegangi dadanya tersebut.

Sambil memakai Handscun, gue mencoba untuk bertanya lagi kepada si Ibu. “Sebelumnya sudah pernah di-Rontgen, Bu??”

“Belum, Nak. Ibu belum pernah Rontgen

Gue pun dengan segera melakukan pengecekan HB. Selesainya dari gue mengambil darah si Ibu itu, ia pun kembali mengelus-elus kepala Putrinya (lagi) yang masih saja menangis daritadi. Ibu itu juga kembali mengulangi kata-katanya untuk meminta maaf kepada Putri kecilnya itu. Dan lagi-lagi gue yang melihat itu semua, hanya bisa tersenyum.

*beberapa menit kemudian*

HB-nya normal, kok, Bu.” Kata gue sambil memberikan lembaran kertas hasil Cek Lab kepada si Ibu.

“Jadi, Ibu ini sebenernya sakit apa ya, Nak?”

“Maaf, kalo boleh saya tahu, Ibu tinggal di daerah mana?”

“Ibu tinggal di...” si Ibu pun menjelaskan tempat tinggalnya.

“Oh, padat penduduk gitu ya, Bu?”

“Enggak, sih, Nak... cuman, Ibu tinggal di daerah yang deket pembuangan sampah gitu, Nak. Maklum soalnya suami ibu kerjanya.....” si Ibu itu pun mencoba untuk menceritakan tempat tinggalnya secara detail ke gue. Yang juga kemudian mulai menceritakan pekerjaan utama dari suaminya.

“Oh, gitu...” balas gue ngejawab setelah mendengar semua penjelasannya itu. “Yasudah, mari saya antar ke ruang periksa lagi aja ya, Bu. Ibu kuat ga jalan?” lanjut gue ngomong ke dia sembari mengajaknya berjalan keluar dari ruangan Lab.

“Kuat, kok, Nak..” kata si Ibu menjawab ke gue sambil ia berjalan pelan-pelan memegangi tembok ruangan untuk menopang langkahnya. Gue pun pelan-pelan menuntun ibu itu hingga sampai ke ruangan periksa di lantai dasar. Iya. Di tempat ini, memang ruangan Laboratoriumnya berada di lantai atas. Sedangkan untuk ruangan pemeriksaan pasien sendiri, berada di lantai bawah.

Sesampainya di bawah, ketika gue baru saja ingin mengajak si Ibu tadi memasuki ruangan periksa, tetiba ibu itupun mendadak lemas, kemudian jatuh pingsan. Suasana tegang! Gue panik. Posisi juga sedang jam istirahat makan siang. Caakepp bangeettt!

Bukan!!

Bukan karena sedang dalam keadaan pingsan si ibu ini terlihat mendadak cakep! Maksud gue, kenapa pada saat-saat genting kayak gini, malahan ga ada orang yang nongol giniii???!!!!!

Nggak lama, Kak Reni sama Kak Sheila lewat. Untung aja ada mereka berdua. Dua orang perawat ini pun langsung bergegas membantu gue untuk membawa si ibu itu menuju ruangan UGD.

Sesampainya di dalam ruangan UGD, kami bertiga membaringkan ibu itu di-BED. Kak Reni langsung bergegas mengambil alat Tensi. Kak Sheila juga langsung bergegas mengambil tabung oksigen. Gue pun pada saat itu pula langsung bergegas untuk melakukan foto selfie se-narsis-narsisnya di dalam ruangan segera memanggil dokter jaga.

Setelah memanggil dokter jaga, gue mencoba menenangkan si Ibu sambil meyodorkan segelas air putih kepadanya yang masih dalam posisi lemah setelah mulai sedikit siuman dari pingsannya. “Bu, ini diminum aja dulu, ya, Air-nya.”

Ibu itu pun meminumnya sampai habis. Setelah itu, ia kembali lagi berbaring di atas BED. Dengan posisi nafas yang terlihat sangat begitu sesak, si Ibu masih saja mengelus-elus kepala Putrinya tadi ga berenti-berenti sambil diiringi permintaan maaf yang terus-terusan keluar dari mulutnya.

“Anaknya ga apapa, kok, Bu. Ibu istirahat aja dulu, orang rumah sudah dikabari, Bu?.” Lagi-lagi gue mencoba untuk menenangkan si Ibu itu.

“Udah, Nak. Barusan udah ibu telepon. Lagi di jalan mau ke sini katanya.” Jawab si Ibu itu ke gue dengan posisi selang oksigen yang kini sudah terpasang di hidungnya.

Tensi-nya normal, kok, Pik.” Potong Kak Reni ngomong ke gue.

“Berapa Kak?”

“110/70”

“Emm.. ini, bagus.” Kemudian gue pun langsung mencatat hasil tensi itu.

Nggak lama, dokter jaga pun masuk ke dalam ruangan UGD. Kami pun menjelaskan semua kronologinya kepada dokter jaga ini. Setelah selesai dari memeriksa dan melihat semua hasil laporan yang kami berikan kepadanya, sang dokter pun mempersilahkan kepada kami semua untuk bisa kembali lagi ke ruangan masing-masing. Seperti ingin menyampaikan sesuatu, ada pesan ataupun kata-kata yang ‘mungkin’ ingin disampaikan oleh si Ibu itu. Entah kepada kami, entah kepada Putri kecilnya itu. Semua terlihat jelas dari sepasang matanya yang terlihat berbinar menatap ke arah kami. Lagi-lagi ibu itupun terlihat sesekali mencoba kembali menahan rasa perih yang dirasakannya sekarang.

Mengikuti instruksi, kami pun keluar meninggalkan ruangan.


 
Back to top!